SEJARAH
Sejarah Desa Krikilan dapat ditarik ke belakang hingga era prasejarah di Indonesia. Secara geografis, Desa Krikilan sendiri berada pada kawasan Situs Sangiran, yang ketika ratusan ribu tahun yang lalu merupakan kawasan cekungan subur yang menjadi pusat habitat manusia dan binatang purba. Sejarah perkembangan Situs Sangiran sendiri dimulai pada tahun 1883, ketika pertama kali ditemukan oleh P.E.C. Schemulling. Saat aktif melakukan eksplorasi pada akhir abad ke-19, Eugene Dubois pernah melakukan penelitian di kawasan Sangiran, namun tidak terlalu intensif karena kemudian ia memusatkan aktivitas di kawasan Trinil, Kabupaten Ngawi. Pada masa tersebut, wilayah yang kini menjadi Desa Krikilan dan Kecamatan Kalijambe merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Sukowati (Sragen), yang masuk dalam wilayah administrasi Kasunanan Surakarta. Pada tahun 1934, ahli antropologi Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di area Sangiran, setelah mencermati laporan-laporan berbagai penemuan balung buta (tulang buta/raksasa) oleh warga dan diperdagangkan. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan berbagai fosil Homo erectus lainnya. Ada sekitar 60 lebih fosil Homo erectus atau hominid lainnya dengan variasi yang besar, termasuk seri Meganthropus palaeojavanicus, telah ditemukan di Sangiran. Selain manusia purba, ditemukan pula berbagai fosil tulang-belulang hewan-hewan bertulang belakang, seperti buaya, kuda nil, berbagai rusa, harimau purba, dan gajah purba (stegodon dan gajah moderen).
Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1977 pemerintah pusat Indonesia menetapkan kawasan seluas 56 km2 di sekitar Sangiran sebagai Daerah Cagar Budaya. Pada kawasan tersebut termasuk Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Desa Krikilan sendiri berdiri hampir bersamaan dengan perkembangan moderen Situs Sangiran. Di tahun 1975, mulai didirikan pusat pemerintahan desa, awalnya bertempat di sebuah tanah umum (yang sekarang menjadi SDN 1 Krikilan). Kemudian berpindah tempat ke sebuah tanah yang sekarang menjadi Desa Krikilan, Kata krikilan sendiri merupakan penyebutan yang diberikan oleh masyarakat sekitar pada daerah tersebut, karena keadaan geografisnya yang berbatu dan banyak terdapat krikil (batu-batu kecil). Sebuah bangunan museum dan konservasi laboratorium lokal sederhana didirikan di Dusun Ngampon, salah satu dusun di Desa Krikilan, pada tahun 1988. Puncaknya pada tahun 1996, UNESCO (badan PBB yang membawahi bidang warisan kebudayaan) menetapkan Situs Sangiran sebagai salah satu situs warisan dunia. Sampai saat ini, Situs Sangiran dan museumnya telah menjadi salah satu maskot destinasi wisata di Provinsi Jawa Tengah, membuat Desa Krikilan menjadi semakin berkembang dari waktu ke waktu.